Snippet

PARTISIPASI MASYARAKAT DAERAH DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis multidimensi yang melanda Indonesia belakangan memberi momentum terjadinya perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan, termasuk kehidupan pendidikan. Saat ini, krisis multidimensi pengaruhnya terhadap kehidupan pendidikan amat besar. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan daya dan dana pendidikan amat menurun. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk melibatkan masyarakat dan sekolah dalam mengelola pendidikan agar kualitas pendidikan tetap optimal. Tiga Strategi Pelaksanaan Pengikutsertaan Masyarakat Dalam Masalah Pendidikan di Indonesia: 1. Mengorganisasi sistem pemerintahan dalam administrasi dan keuangan. 2. Melaksanakan Manajemen Berbasiskan Sekolah. 3. Melaksanakan Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat. (Pongtulurun, 2002). Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya adalah: Hak dan Kewajiban Masyarakat, Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah daerah Pasal 10 UUSPN, Tanggung Jawab Pendanaan, Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN. Tindak lanjut dari UU tersebut, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Keputuan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002. Berdasarkan Keputusan Mendiknas tersebut komite sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarkat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan (fungsi dan peran komite sekolah dan dewan pendidikan). 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian diatas maka penulis dapat merumuskan permasalahan yaitu: - Bagaimanakah partisipasi masyarakat daerah dalam penyusunan kebijakan dan administrasi pendidikan? 1.3 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut: - Agar kita dapat mengetahui partisipasi masyarakat daerah dalam penyusunan kebijakan dan administrasi pendidikan. II. PEMBAHASAN Krisis multidimensi yang melanda Indonesia belakangan memberi momentum terjadinya perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan, termasuk kehidupan pendidikan. Saat ini, krisis multidimensi pengaruhnya terhadap kehidupan pendidikan amat besar. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan daya dan dana pendidikan amat menurun. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk melibatkan masyarakat dan sekolah dalam mengelola pendidikan agar kualitas pendidikan tetap optimal. Diharapkan, dengan adanya keterlibatan masyarakat terhadap masalah pendidikan, mutu dan pemerataan pendidikan di Indonesia dapat ditingkatkan. Tiga Strategi Pelaksanaan Pengikutsertaan Masyarakat Dalam Masalah Pendidikan di Indonesia: 1. Mengorganisasi sistem pemerintahan dalam administrasi dan keuangan. 2. Melaksanakan Manajemen Berbasiskan Sekolah. 3. Melaksanakan Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat. (Pongtulurun, 2002) Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis. Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan (pasal 4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (ayat 1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (ayat 3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikani. (Supat, 2008) Struktur pendidikan kita diperluas dengan menambahkan tenaga pengajar, administrasi, spesialis, tenaga ketatausahaan, maka sistem sekolah kita menjadi birokratis. Garis pertanggung jawaban, aturan, rencana yang hirarki dan standar prosedur yang berkembang serta fungsi masing-masing anggota menjadi lebih spesifik (Selden, 1979:68). DASAR PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua-masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar pada kata-kata bijak itu. maka perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya adalah: 1) Hak dan Kewajiban Masyarakat Pada pasal 8 dan 9 UUSPN disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaiuasi program pendidikal Sedangkan Pasal 9 menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. 2) Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah daerah Pasal 10 UUSPN menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah: wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamm terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, 2) wajib menjamin tersedianye daya guna dan terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. 3) Tanggung Jawab Pendanaan Pasal 46 UUSPN menyebutkan bahwa a) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawa bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat, b) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945. 4) Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan Pasal 47 UUSPN menyebutkan bahwa a) sumber pendanaan pendidikan dibentuk berdasarkal prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan; b) Pemerintah. Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang beriaku. Sedangkan pasal 48 menyebutkan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik. 5) Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN, yaitu: a) Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. b) Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan Secara lebih spesifik, pada pasal 56 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah atau komite madrasah, yang berperan ; 1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah. 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan membenkan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. 3) Komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan membenkan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat saruan pendidikan Salah satu pendekatan yang ada hubungannya dengan partisipasi menyatakan bahwa manusia mempunyai dinamika internal dan kapasitas yang tak terbatas untuk membantu dirinya dan untuk berhubungan secara positif dengan lingkungannya, apabila dikembangkan melalui perlakuan yang akurat dan dapat dipercaya. Selain itu, partisipasi juga disadari memiliki banyak arti. Partisipasi dapat berarti bahwa pembuat keputusan mengikutsertakan kelompok atau masyarakat luas terlibat dalam bentuk saran, pendapat, barang, keterampilan, bahan atau jasa. Partisipasi juga dapat berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan sendiri, membuat keputusan dan memecahkan permasalahan mereka sendiri. Dalam konteks partisipasi, Illich (1983) menyatakan bahwa rakyat biasa harus mampu bertanggungjawab atas kepentingan dan kesejahteraan sendiri. Oleh karena itu, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut bertanggungjawab dalam semua bidang kehidupan baik dalam bidang pendidikan, perawatan kesehatan, transportasi, perencanaan pembangunan dll. Sedangkan Paulo Freire (1973) menyatakan bahwa elit pembuat keputusan harus menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Tolok ukur keotentikan pembangunan ialah apakah rakyat yang sebelumnya hanya diperlakukan sebagai obyek yang sekedar tahu dan melaksanakan, kini diajak untuk berpartisipasi sebagai subyek aktif yang sadar dan bertindak secara aktif dalam mencapai tujuan hidup sendiri. Bertitik tolak dari pandangan ini, pemahaman tentang konsep partisipasi perlu diperluas tidak hanya ditekankan dalam bentuk pemberian dana, barang sebagai masukan instrumental, melainkan perlu dikembangkan pula berbagai bentuk partisipasi lain seperti paritipasi dalam hal waktu, pemikiran dan gagasan, kepercayaan dan kemauan. PERAN SERTA MASYARAKAT MELALUI KOMITE SEKOLAH DAN DEWAN PENDIDIKAN Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (UU Sisdiknas pasal 54 ayat 1). Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (pasal 54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55 ayat 1 dan 2). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain (pasal 55 ayat 3). Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah. Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah (Anwar,2003). Tindak lanjut dari UU tersebut, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Keputuan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002. Berdasarkan Keputusan Mendiknas tersebut, komite sekolah merupakan sebuah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah- jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Untuk penamaan badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Majelis Madrasah, atau nama-nama lain yang disepakati bersama. 1. Pemberdayaan Komite Sekolah Komite Sekolah yang berkedudukan di setiap satuan pendidikan, merupakan badan mandiri yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan lembaga pemerintahan. Komite sekolah dapat terdiri dari satuan pendidikan atau berupa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama, atau beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang, tetapi berada pada lokasi yang berdekatan, atau satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelengsara pendidikan, atau karena pertimbangan lain. Adapun tujuan komite sekolah yaitu (1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan; (2) meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; dan (3) menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan. Peranserta masyarakat melalui Komite Sekolah memiliki posisi yang amat strategi dalam mengembangkan tanggung jawab masyarakat. Iklim demokratis dalam pengelolaan sekolah dicerminkan dalam peran serta masyarakat dalam hal-hal berikut: (a) membangun sikap kepemilikan sekolah, (b) merumuskan kebijakan sekolah, (c) membangun kesadaran mutu, (d) perhatian terhadap kehidupan akademik sekolah, (e) membangun tatakerja kelembagaan sekolah. Secara ringkas diuraikan sebagai berikut. - Membangun Sikap Kepemilikan Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan gagasan yang menempatkan kewenangan pengelolaan sekolah dalam satu keutuhan entitas sistem. Di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan. Sebagai satu institusi sosial, maka makna kewenangan pengambilan keputusan hendaknya dilihat dalam perspektif peran sekolah yang sesungguhnya, yaitu melayani anak didik agar mereka memperoleh layanan belajar sebaik-baiknya. Dalam upayanya memenuhi layanan belajar yang memuaskan, maka aspirasi masyarakat melalui komite sekolah diakomodasikan dalam berbagai kepentingan yang ditujukan pada peningkatan kinerja sekolah, antara lain direfleksikan pada rumusan visi, misi, tujusji de program-program prioritas sekolah. Dengan cara demikian, setiap sekolah akan memiliki ciri khasnya masing-masing yang direfleksikan dalam rumusan visi, misi, program prioriti dan sasaran-sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan sekolah. Karakteristik masing-masing sekolah dicerminkan pula dalam kondisi sarana dan prasarana pendidikan mutu sumber daya manusianya dan dukungan pembiayaan bagi pengembangan sekolah sesuai dengan aspirasi pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah (stakeholder). - Merumuskan Kebijakan Sekolah Dalam konteks pembangunan daerah, pendidikan seharusnya mampu memberikan respon yang tepat terhadap tuntutan pembangunan dan aspirasi masyarakat yang dilayaninya. Ini berarti, bahwa perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan pendidikan hendaknya memperhatikan aspirasi yang berkembang di daerah itu. Ini berarti bahwa dalan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah itu seperti orang tua dan masyarakat setempat, sepatutnya memiliki akses terhadap perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan untuk kepentingan memajukan sekolah. - Membangun Kesadaran Mutu Aspek penting dari peran serta masayarakat melalui komite sekolah adalah berkaitan dengan membangun sikap sadar mutu pendidikan pada masyarakat. Gerakan jaminan mutu dan akuntabilitas menenipatkan perlindungan atau jaminan bagi pelanggai dari produk dan barang serta layanan jasa yang merugikan. Istilah jaminan mutu (quality assurance) pada awalnya digunakan di lingkungan bisnis dan industri, dengan maksu( untuk menumbuhkan budaya peduli mutu. Jaminan mutu perlu dilakukan oleh perusahaan penghasil barang dan penyedia jasa untuk memberikan kepuasan kepada costume pemakainya. Dalam perkembangan selanjutnya, penggunaan konsep jaminan mutu in temyata tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam bidam penyelenggaraan pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas publik. - Perhatian Baru Terhadap Kehidupan Akademik Sekolah Melalui komite sekolah masyarakat diajak untuk ikut menaruh perhatian terhadap aspek akademik kehidupan sekolah, tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan aspek kebutuhan finansial saja, tetapi termasuk pula pengembangan progran kurikulum sekolah, penggunaan sumber-sumber belajar, dan penciptaan sekolah yang nyaman. - Membangun Tata Kerja Kelembagaan Sekolah. Peran serta masyarakat sekolah melalui Komite Sekolah harus pula di arahkan padi penciptaan budaya kelembagaan baru dalam pengelolaan sekolah. 2. Pemberdayaan Dewan Pendidikan Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1 butir 24 dan 25). Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah (pasal 56 ayat 3). Sebagai institusi, kekuatan Dewan Pendidikan cukup tergantung pada kondisi pengurusnya. Ketua Dewan Pendidikan sebaiknya seorang tokoh/figur masyarakat yarg memiliki pengaruh, kredibilitas dan telah diakui integritas kepribadiannya. Ia tidak perlu seorang ahli pendidikan. Pemahaman yang baik terhadap pendidikan dimiliki oleh anggotta pengurus lainnya. Namun demikian, merupakan satu kepatutan apabila Ketua Dewan Pendidikan memiliki pemahaman yang baik tentang pendidikan dan peran strategi pendidikan dalam pembangunan daerah sebagai investasi sumber daya manusia (human investment). Dalam pengembangan program awal, dewan pendidikan dapat melakukan hal-hal berikut: (1) mengidentifikasi masalah pendidikan yang menjadi prioritas di daerah itu, (2) memahami posisi masalah dengan cara memiliki akses terhadap data/informasi, (3) menyusun program, dan (4) melakukan tindakan nyata (action). Dewan Pendidikan dapat mengembang-kan program-programnya secara lebih sistematis melalui kerjasama dan kolaborasi kemitraan dengan pemerintah daerah (Dinas Pendidikan). Hal penting lainnya bagi Dewan Pendidikan pada awal pembentukannya adalah melakukan sosialisasi di kalangan stakeholder pendidikan untuk memperoleh apresiasi dan dukungan. III. KESIMPULAN Tiga Strategi Pelaksanaan Pengikutsertaan Masyarakat Dalam Masalah Pendidikan di Indonesia: 1. Mengorganisasi sistem pemerintahan dalam administrasi dan keuangan. 2. Melaksanakan Manajemen Berbasiskan Sekolah. 3. Melaksanakan Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat. (Pongtulurun, 2002). Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya adalah: 1) Hak dan Kewajiban Masyarakat 2) Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah daerah Pasal 10 UUSPN 3) Tanggung Jawab Pendanaan 4) Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan 5) Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN Peran serta masyarakat melalui komite sekolah dan Dewan Pendidikan antara lain: a. Pemberdayaan Komite sekolah Adapun tujuan komite sekolah (1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan (2) Meningkatkan tanggung jawab dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; dan (3) Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan. Peran serta masyarakat melalui komite sekolah sebagai berikut: - Membangun Sikap Kepemilikan Sekolah - Merumuskan Kebijakan Sekolah - Membangun Kesadaran Mutu - Perhatian Baru Terhadap Kehidupan Akademik Sekolah b. Pemberdayaan Dewan Pendidikan Dalam pengembangan program awal, dewan pendidikan dapat melakukan hal-hal berikut: (1) mengidentifikasi masalah pendidikan yang menjadi prioritas di daerah itu, (2) memahami posisi masalah dengan cara memiliki akses terhadap data/informasi, (3) menyusun program, dan (4) melakukan tindakan nyata (action). Daftar Rujukan Arifin, Anwar,2003. Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS. POKSI VI FPG DPR RI, 2003. Aris Pongtuluran & Theresia K.Brahim, 2002. Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat. Jurnal Pendidikan Penabur-No.01 Maret 2002. Universitas Negeri Jakarta David Selden, 1979. The Future of Community Participation in Educational Polici Making. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Supat, 2008. Administrasi Pendidikan Berbasis Teknologi dan Informasi. Makalah Pelatihan Jardiknas Probolinggo.

Leave a Reply